Rabu, 02 Juni 2010

TERAPI RASULULLAH DALAM PENYEMBUHAN PENYAKIT AL-ISYQ (CINTA)

TERAPI RASULULLAH DALAM PENYEMBUHAN PENYAKIT AL-ISYQ (CINTA)
Mukaddimah

Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya ? mau tau terapinya ? mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan ibn Qoyyim dalam karya besarnya ”Zadul Ma’ad”.

Beliau berkata: ”Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.

Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Alquran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz—gubernur Mesir—yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth

وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)

Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: "Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina".Mereka berkata: "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?" Luth berkata: "Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". Surat al-Hijr:68/72

Kebohongan Kisah Cinta Nabi dengan Zainab Binti Jahsy

Ada sekelompok orang yang tidak tahu menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya, beranggapan bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit ini sebabnya yaitu tatkala beliau melihat Zaenab binti Jahsy sambil berkata kagum: ”Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati” sejak itu Zaenab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Saw, oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah: ”Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:

تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (al-Ahzab:37)[1]

Sebagain orang beranggapan ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi, bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para Nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi akibat kejahilannya terhadap Alquran dan kedudukan para Rasul, hingga ia memaksakan kandungan ayat apa-apa yang tidak layak dikandungnya dan menisbatkan kepada Rasulullah suatu perbuatan yang Allah menjauhkannya dari diri Beliau

Kisah sebenarnya, bahwa zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah .--bekas budak Rasulullah-- yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh Sebab itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi dalam dirinya, dan rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu di dalam ayat Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya sebab Allahlah yang seharusnya ditakutinya. Jangan Sampai beliau takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia, setelah itu Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung Yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah:

وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) (an-Nisa :23). Allah berfirman dalam surat lain:”

مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, .(al-Ahzab: 40) Allah berfirman di pangkal surat ini

:وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ

Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. (al--Ahzab:4)Perhatikanlah bagaiamana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahi at-Taufiq.

Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainy, namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi , yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih :

وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنَ النَّاسِ خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ

Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi maka aku akan menjdikan Abu Bakar sebagai kekasih[2]

Kriteria Manusia yang Berpotensi Terjangkit Penyakit al-isyq

Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahbbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini.sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam:”

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.….(Yusuf:24)

Nyatalah bahwa Ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini dengan berbagai dampak negatifnya berupa perbuatan jelek dan keji.Artinya memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana yang menjurus ke arah itu .

Berkata ulama Salaf:” penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai Ibu Nabi Musa:

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya(al-Qasas:11) yakni kosong dari segala sesuatu kecuali Musa karena sangat cintanya kepada Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.

Bagaimana virus ini bisa berjangkit ?

Penyakit al-isyq terjadi dengan dua sebab, pertama: Karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tiada niscaya virus tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum mengena.

Makhluk Diciptakan Saling Mencari Yang Sesuai Dengannya

Berkata Ibn al-Qayyim: ketetapan Allah Swt dengan hikmahNya menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya, secara fitrrah saling tertarik dengan jenisnya, sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya.

Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh akan mengakibatkan adanya keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah tegaknya urusan manusia. Allah befirman:

:”هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. (al-isyq-A’raf :189)

Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tentram dan senang seorang lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa, dan tidak pula karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keingginan, kesamaan bentuk dan dalam mendapat petunjuk, walaupun tidak dipungkiri bahwa hal-hal ini merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta.

Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadisnya

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih[3]

Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke Madinah ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama sepertinya yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah nabi mengucapkan hadis ini.

Karena itulah Syariat Allah akan menghukumi sesuatu menurut jenisnya, mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan perbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya.

Penerapan kaedah ini tidak saja berlaku di dunia lebih dari itu akan diterapkan pula di akhirat, Allah berfirman:”

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ(

kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah( as-Saffat:23)

Umar ibn Khtaab dan seteelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran “azwajahum” yakni yang sesuai dan mirip dengannya .Allah juga berfirman:”

وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ

dan apabila jiwa dipertemukan (at-Takwir: 7)

Yakni setiap orang akan digiring dengan orang-orang yang sama prilakunya dengannya, Allah akan menggiring antara orang-orang yang saling mencintai kareNya di dalam surga dan akan menggiring orang –orang yang saling bekasih-kasihan diatas jalan syetan di neraka Jahim, tiap oran akan digiring dengan siapa yang dicintainya mau tidak mau. Di dalam mustadrak al-isyq-Hakim disebukan bahwa Nabi Sa bersabda:”Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali akan digirim bersama mereka kelak”[4]

Cinta dan Jenis-jenisya

Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan, yang tertinggi dan paling mulia adalah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di dalam Agama Allah ) yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang dicintai Allah, yang dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya.

Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, mazhab, idiologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.

Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya karena inggin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik dalam bentuk kedudukan, harta, pengajaran dan bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal seperti tadi—yaitu al-mahabbah al-‘ardiyah-- akan hilang bersama hilangnya apa-apa yang inggin didapatnya dari orang yang dicintai. Yakinlah bahwa orang yng mencintaimu karena sesuatu akan meninggalkanmu ketika dia telah mendapat apa yang diinginkannya darimu.

Adapun cinta lainnya adalah cinta yang berlandaskan adanya kesamaan dan kesesuaian antara yang menyinta dan yang dicinta. Mahabbah al-isyq termasukCinta jenis ini tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang menghilangkannya. Cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa, oleh karena itu tidak terdapat pengaruh yang begitu besar baik beruparasa was-was, hati yang gundah gula maupun kehancuran kecuali pada cinta jenis ini.

Timbul pertanyaan bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan ruh, tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan kebanyakan cinta seperti ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasamaran saja, jika cinta ini perpaduan jiwa dan ruh maka tentulah cinta itu akan terjadi antara kedua belah pihak bukan sepihak saja?

Jawabnya yaitu bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat tertentu, atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara keduanya. Hal ini disebabkan tiga faktor, pertama: bahwa cinta ini sebatas cinta karena adanya kepentingan, oleh karena itu tidak mesti keduanya saling mencintai, terkadang yang dicintai malah lari darinya. Kedua: adanya penghalang sehingga dia tidak dapat mencintai orang yang dicintanya, baik karena adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya. Ketiga: adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.

Jika penghalang ini dapat disingkirkan maka akan terjalin benang- benang cinta antara keduanya. Kalau bukan karena kesombongan, hasad, cinta kekuasaan dan permusuhan dari orang-orang kafir, niscaya para rasul-rasul akan menjadi orang yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada diri, keluarga dan harta.

Terapi penyakit al-isyq

Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapt disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut adalah sebagai berikut:

Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Masud Radhiyallahu ánhu, bahwa Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *

Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah mak hendaklah dia menikah , barang siap yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).

Hadis ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti. Solusi petama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwaytkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.

Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.(an-Nisa:28)

Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikannya terhadapa hambaNya dan kelemahan manusia untuk menahan syahwatnya denga nmembolehkan mereka menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat,sebagaimana Allah membolehkan bagi mereeka mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka butuh sebagai peredam syahwat, keringanan dan rahmat iNya terhadap makluk yang lemah ini..

Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan karena tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, penyakit ini bisa semangkin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan dirinya bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi, lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang berputus asa untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, akan berpengaruh terhadap jiwanya sehingga semangkin menyimpang jauh.

Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain yaitu dengan mengajak akalnya berfikir bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dapat dijangkau adalah perbuatan gila, ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya tertutup karena larangan syariat, terapinya adalah dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan adalah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya.Dia harus merasa bahwa pintu kearah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.

Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal,pertama karena takut(kepada Allah)yaitu dengan menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat,lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiranmu dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun menghayal terbang melayang jauh, ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan, akhirnya sirnalah segala keindahan semu, tinggal keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

Kedua keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika dia gagal melupakan yang dikasihinya, dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus, yaitu:gagal dalam mendapatkan kekasih yang diinginkannya,dan bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapati dua hal menyakitkan ini niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta.Dia akan bepikir bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar sedikit demi mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kezalimannya kan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya . orang yang terhindar adalah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidka terima dengan terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsunya akan menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang datang, lebih parah lagi dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilannya dan kemaslahatannya.

Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi kejelekan kekasihnya,dan hal-hal yang membuatnya dampat menjauh darinya, jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan dari keindahannya, hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang tersembunyi baginya. Sebab sebagaiman kecantikan adalah faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya demikian pula kejelekan adalah pendorong kuat agar dia dapat membencinya dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan sampai terperdaya dengan kecantikan kulit dengan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak dan kusta, tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannnya kepada kejelelekan sikap dan prilakunya, hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejekan yang diceritakan mengenainya dan kejelekan hatinya.

Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir adalah mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya, hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya dihadapan kebesaranNya, sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksankan terapi akhir ini, maka sesunguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya, jangan sampai dia menjelek-jelekkan kekasihanya dan mempermalukannya dihadapan manusia, ataupun menyakitinya, sebab hal tersebut adalah kezaliman dan melampaui batas.

Penutup

Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat kata pepatah:” mencegah lebih baik daripada mengobati “maka sebelum terkena lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? tidak lain dengan tazkiyatun nafs. Semoga pembahasan ini bermanfaat.

Diterjemahkan oleh: Ahmad Ridwan Abu Fairuz Al-Medani.

Dari kitab : Zadul Ma’ad fi hadyi khairi Ibad juz 4/hlm. 265-274

[1] Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa’ad dalam “ at-Tabaqat”8/101-102, dan al-Hakim 3/23 dari jalan Muhammad ibn Umar al –Waqidi seorang yang Matruk (ditinggalkan)-- dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis, dari Muhakmmad ibn Yahya ibn Hibban--seorang yang siqah --namun riwayat yang diriwayatkannya dari Nabi sekuruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah diterangkan oleh para ulama almuhaqqiqin. Mereka berkata:” Penukil riwayat ini dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil terhadap prasangka buruk mereka mengenai Rasulullah sebenranya tidak meletetakkan kedudukan kenabianRasulullah sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya yang disembunayikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah berita yang Allah sampaikan padanya bahwa kelak Zaenab akan menjadi istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang bahwa Beliau tega menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin membatakan tadisi jahiliyyah ini dalam hal adopsi , yaitu dengan menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya.Peristiwa yang terjadi dengan Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati mereka.. Lihat “Ahkam Alquran” 3/1530,1532 karaya Ibn Arabi dan “Fathul Bari8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma’ani 22/24-25.

[2] Hadis diriwaytkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab fadhail sahabat Nabi, dari jalan Abdullah ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam fadailSahabat, bab keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah ibn Masud, dan keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id al-khudri.

[3] Hadis Riwayt Bukhari 7/267dari hadis ‘Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638)dari jalan Abu Hurairah secara mausul

[4] Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan an-Nasai dari jalan ‘Aisyah Bahwa Rasulullah Saw bersabda:”Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak memiliki saham, saham itu yakni: Sholat, puasa dan zakat. Tidak lah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang dapat mengankat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama(di akhirat). Kalau boleh aku bersumpat terhadap yang keempat dan kuharap aku tiodak berdosa dalam hal ini yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya)kecuali Allah akn memberikannya pakaian penutup di hari kiamat”. Para perawi hadis ini stiqah kecuali Ssyaibahal-khudri( di dalam Musnad di tulis keliru dengan al-isyq-hadromi). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban, namun ada syahidnya dari hadisjIbn Masud dari jalur Abu Ya’la, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah, dengan kedua jalan ini hadis ini menjadi sahih.

POS MODERNISME : POLITIK PEMIKIRAN MENANTANG ISLAM

Pemikiran Islam
Posmodernisme : Politik Pemikiran Menantang Islam
By : Kartika Pemilia Lestari*
Sekarang ini kita memasuki era posmodernisme. Kita hidup pada zaman yang mengalami perubahan dramatis. Struktur yang telah bertahan dari generasi ke generasi sedang mengalami keruntuhan, atau diruntuhkan.
Sangat sulit mengetahui definisi istilah ‘posmodernisme’, karena jika definisi diartikan sebagai sesuatu yang bisa disepakati, tunggal, dan bulat; maka kesepakatan, ketunggalan, dan kebulatan itulah yang tidak diinginkan oleh posmodernisme. Yang bisa dilakukan hanyalah mengira-ngira apa yang menjadi ciri-ciri posmodernisme. Hanya dengan membuat pengelompokan, barulah kita dapat menangkap arti atau definisi posmodernisme.
Posmodernisme memiliki keragaman gerakan, sebagai akibat akibat-akibat negatif yang ditimbulkannya. Kategori pertama, adalah gerakan posmodernisnme yang digagas oleh Nietzsche, Derrida, Foucault, Vattimo, Lyotard, dan lain-lain. Gerakan ini menggagas pemikiran-pemikiran yang banyak berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang populer untuk kelompok ini adalah “dekonstruksi”. Mereka cenderung hendak mengatasi gambaran dunia (worl-view) modern melalui gagasan yang anti world-view sama sekali. Mereka mendekonstruksi atau membongkar segala unsur yang penting dalam sebuah world-view seperti : diri, Tuhan, tujuan, makna, dunia nyata, dst. Awalnya strategi dekonstruksi ini dimaksudkan untuk mencegah kecenderungan totalitarisme pada segala sistem; namun akhirnya cenderung jatuh ke dalam relativisme dan nihilisme.
Kategori kedua, posmodernisme adalah segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbarui premis-premis modern di sana-sini saja. Di sini, tetap diakui sumbangan besar modernisme seperti : terangkatnya rasionalitas, kebebasan, pentingnya pengalaman, dsb. Heidegger hanyalah salah satu posmodernis yang masuk kategori kedua ini. Philoshopy of difference yang dinisbatkan kepada Heidegger mengatakan bahwa segala perbedaan antara kepalsuan dan kebenaran, rasional dan irrasional harus diletakkan di luar jangkauan bahasa dan konsep-konsep yang melekat dengannya. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang kita hadapi dalam pengalaman kita di dunia tidak kurang dan tidak lebih dari suatu penafsiran; dan segala sesuatu di dunia ini selalu ditafsiri sesuai dengan nilai-nilai subjektif dalam diri kita. Di sini yang bermain adalah dunia interpretasi yang berbeda-beda. Philosophy of difference kemudian menjadi asas bagi penolakan terhadap kebenaran transenden.
Karakter yang sering disuarakan postmodernisme antara lain adalah pluralisme, heterodoks, eklektisisme, keacakan, pemberontakan, deformasi, dekreasi, disintegrasi, dekonstruksi,pemencaran, perbedaan, diskontinuitas, dekomposisi, de-definisi,demistifikasi, delegitimasi serta demistifikasi (Bertens, 1995: 44).
Merujuk Akbar S. Ahmed, dalam bukunya Postmodernism and Islam (1992), terdapat delapan ciri karakter sosiologis postmodernisme.
Pertama, timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas, memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran.
Kedua, meledaknya industri media massa, sehingga ia seolah merupakan perpanjangan dari system indera, organ dan syaraf manusia. Kondisi ini pada gilirannya menjadikan dunia dan ruang realitas kehidupan terasa menyempit. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma menjadi Agama dan Tuhan baru yang menentukan kebenaran dan kesalahan perilaku manusia.
Ketiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul sebagai reaksi manakala orang semakin meragukan kebenaran ilmu, teknologi dan filsafat modern yang dinilai gagal memenuhi janji emansipatoris untuk membebaskan manusia dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Keempat, munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan romantisme dengan masa lampau.
Kelima, semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban area) sebagai pusat kebudayaan dan sebaliknya, wilayah pedesaan (rural area) sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju (Negara Dunia Pertama) atas negara berkembang (Negara Dunia Ketiga).
Keenam, semakin terbukanya peluang bagi pelbagai kelas sosial atau kelompok minoritas untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas dan terbuka. Dengan kata lain, era postmodernisme telah turut mendorong proses demokratisasi.
Ketujuh, munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya ekletisisme dan pencampuradukan berbagai diskursus, nilai, keyakinan dan potret serpihan realitas, sehingga sekarang sulit untuk menempatkan suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya tertentu secara eksklusif.
Kedelapan, bahasa yang digunakan dalam diskursus postmodernisme seringkali mengesankan tidak lagi memiliki kejelasan makna dan konsistensi, sehingga bersifat paradoks (Ahmed, 1992:143-4).
Jika posmodernisme mengatakan keberanan objektif tidak lagi dipercayai sebagai kebenaran absolut, maka mekanisme kebenaran yang bekerja adalah kebenaran subjektif atau relatif. Tidak ada lagi nilai yang diakui sebagai nilai tertinggi. Suatu konsep tidak lagi didasarkan pada sesuatu hal yang bersifat divine dan metafisis. Lalu, dimana posisi agama dalam dunia posmodernisme?
Posisi agama dalam dunia posmodernisme dijelaskan dengan baik oleh Hamid Fahmy Zarkasyi. Menurutnya, agama tidak lagi berhak mengklaim punya kuasa lebih terhadap sumber-sumber nilai yang dimiliki manusia seperti yang telah diformulasikan oleh para filosof. Jadi, agama dipahami sebagai sama dengan persepsi manusia sendiri yang tidak memiliki kebenaran absolut. Oleh sebab itu agama mempunyai status yang kurang lebih sama dengan filsafat dalam pengertian tradisional. Dari kesalahan epistemologi, posmodernisme kemudian menjadi tantangan berat bagi umat Islam saat ini.
Tantangan posmodernisme bagi umat Islam semakin berat ketika paham ikutan yang dibawa posmodernisme, kemudian dijadikan sebagai landasan berpikir para sarjana Islam semacam Muhammad Abid al-Jabiri, Mohammad Arkoun, Hassan Hanafi, Nashr Hamid Abu Zayd, Muhammad Syahrur, dan lain-lain. Di tangan para sarjana Islam kontemporer ini, posmodernisme berhasil menancapkan pengaruhnya dalam kajian Islam.
Mengapa banyak sarjana Muslim yang tertarik pada rayuan posmodernisme? Dalam sebuah perkualiahan, Nirwan Syafrin Manurung menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mendorong para sarjana Islam menggunakan framework posmodernisme dalam kajian Islam; yakni : frustasi atas kemunduran umat Islam dan bangsa Arab pada khususnya, kekalahan bangsa Arab atas Israel pada Perang Enam Hari tahun 1967, frustasi terhadap pemerintah Arab yang semakin otoriter, dan frustasi atas maraknya gerakan kebangkitan Islam. Doktrin-doktrin posmodernisme yang menjadi tantangan berat bagi Islam antara lain :

1. Nihilisme
Doktrin yang digunakan para posmodernis adalah konsep mereka tentang nilai. Program posmodernisme adalah penghapusan nilai dan penggusuran tendensi yang mengagungkan otoritas. Hal ini dengan mereduksi makna nilai yang dijunjung tinggi dan dinilai sebagai absolute oleh agama dan masyarakat. Nihilisme atau penghapusan nilai (dissolution of value) pertama kali diperkenalkan oleh Nietzsche (1844-1900). Dalam karyanya, Will To Power, Nietzsche menggambarkan nihilisme sebagai situasi dimana “manusia berputar dari pusat ke arah titik X”; artinya, nilai tertinggi mengalami devaluasi dengan sendirinya.
Nietzsche melakukan penghancuran tatanan nilai lama yang diartikannya sebagai kepalsuan dan kebohongan. Tetapi karena nilai-nilai tradisional itu berkaitan langsung dan tak terpisah dengan agama, Nietzsche memproklamirkan “kematian Tuhan” sebagai peristiwa paling penting zaman ini. Tuhan hanyalah gagasan manusia yang tidak berani mengikuti dorongan daya hidupnya sendiri. Nietzsche secara radikal menyangkal adanya Tuhan bukan berdasarkan pertimbangan filosofis-rasional, melainkan karena dengan adanya Tuhan, ia tidak melihat adanya ruang bagi pengembangan diri manusia; ia menyebutnya dengan sang Manusia Super. Manusia Super hidup bernapaskan semangat kekuasaan, yang telah terbebas dari belenggu sistem nilai dan moralitas lama serta secara bebas mewujudkan “kehendak untuk berkuasa” (Will to power).
Heidegger (1889-1976) dengan nada yang sama mendefinisikan nihilisme sebagai “suatu proses dimana pada akhirnya tidak ada lagi yang tersisa”. Bagi Heidegger, tetap ada perbedaan ontologis antara Being (sang Ada) yang sesungguhnya dengan being (para pengada). Artinya, semua hal adalah tentang penafsiran. Itulah sebabnya kebenaran pun harus dilihat sebagai sesuatu yang ambigu. Premis ini dinamakan philoshopy of difference, yang kemudian akan menjadi penghubung antara nihilisme dan hermeneutika (filsafat interpretasi).
Nietzsche dan Heidegger, keduanya menuju satu titik dimana manusia tidak lagi berpegang pada struktur nilai; nilai tidak lagi mempunyai makna. Suatu konsep tentang apapun tidak lagi berdasarkan pada sesuatu yang metafisik, religius, ataupun mengandung unsur ketuhanan. Hal ini memposisikan posmodernisme vis a vis agama.
2. Relativisme
Ernest Gellner menyatakan bahwa posmodernisme Nampak jelas mendukung paham relativisme. Kebenaran bagi posmodernisme adalah elusive (kabur), subjektif dan internal. Oleh sebab itu mereka tidak bias menerima ide tentang kebenaran tunggal, eksklusif, eksternal, dan transenden.
Relativisme terutama diusung dan diolah oleh Derrida. Sambil menarik kesimpulan-kesimpulan radikal dari Nietzsche, Husserl, dan Heidegger, lewat post-strukturalisme, ia sampai pada gagasan, bahwa pada akhirnya bahasa dan kata-kata adalah kosong belaka, dalam arti mereka sebetulnya tidak menunjuk pada sesuatu apa pun selain pembedaan (differance) : pembedaan arti yang dimungkinkan oleh system lawan kata. ‘Makna’, tiada lain adalah permainan semiologik, permainan tanda-tanda. Dengan cara ini, maka yang biasa disebut ‘kenyataan’, ‘ada’, atau ‘kebenaran’, misalnya, lenyap. Dari sini, maka diskursus dibawa ke arah pentingnya hermeneutika yang membawa segala persoalan pada wilayah dialog. Akibatnya,kebenaran itu relative, tergantung kepada pendirian subjek yang menentukan. Doktrin ini mempengaruhi pemikiran cendekiawan Muslim dari tingkat mahasiswa hingga dosen, sehingga kini banyak yang hanyut dengan menyatakan bahwa “kebenaran itu relative”, “kita tidak dapat mengetahui kebenaran absolute, yang absolute hanya Tuhan”, dan sejenisnya.
Atmosfir pemikiran posmodernisme dengan doktrin subjektifitas dan relativisme kebenaran ini adalah salah satu faktor penting bagi lahirnya paham pluralisme dan pluralisme agama. Paham ini diusung oleh liberalisme.
3. Pluralisme
Pluralisme merupakan ‘dampak bawaan’ atau konsekuensi logis dari doktrin subjektivitas dan relativisme. Lagi-lagi Derrida menyumbangkan kerangka berpikir pluralisme. Konsepnya tentang ‘Differance’ berbicara mengenai penolakan terhadap adanya petanda absolute atau ‘makna absolut’, ‘makna transendental’, dan ‘makna universal’. Penolakan ini mesti dilakukan, dan menurut Derrida sudah pasti terjadi, karena dengan adanya proses ‘Differance’ tadi, apa yang dianggap sebagai petanda absolute akan selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada saja celah antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah inilah yang menyebabkan pencarian makna absolute mustahil dilakukan. Setelah kebenaran ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak kebenaran lain yang ada di belakangnya.
Hal ini dibenarkan oleh Oxford Dictionary of Philosophy. ‘Pluralisme’ adalah teori yang seirama dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran. Ia terkadang juga dipahami sebagai doktrin yang berpandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat adalah sama benarnya. Definisi ini kemudian diaplikasikan pada agama, sehingga muncullah pluralisme agama.
John Hick memberikan definisi yang fenomenal, yang menjadi rujukan oleh kalangan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Menurutnya, pluralisme agama adalah :
“…the view that the great world faiths embody different perceptions and conceptions of, and correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from within the major variant cultural ways of being human; and that within each of them the transformation of human existence from self-centredness to Reality centredness is manifestly taking place—and taking place, so far as human observation can tell, to much the same extent.”
Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah “manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu”. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Dengan gagasan ini, maka masing-masing agama mempunyai metode, jalan, atau bentuk untuk mencapai “Tuhan”.
Paham semacam itu jelas menolak kebenaran eksklusif akidah Islam dan menyamakan Islam dengan semua agama. Maka, sudah tepat rumusan yang dibuat MUI mengenai ‘pluralisme agama’ dan status hukumnya, sebagai paham yang bertentangan dengan ajaran Islam dan haram bagi kaum Muslim untuk memeluk paham semacam itu.
4. Liberalisme
Paham liberalisme berawal dari kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir, berarti berpusat pada kebebasan individu, yang memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi.
Liberalisme dianggap bersikap positif terhadap manusia, kemampuan dan kesempurnaannya. Manusia dianggap makhluk yang terus berkembang sifatnya, pemahaman dan moralitasnya. Manusia, karena itu, dianggap mampu menentukan kehidupan mereka sendiri dan karena itu segala perbuatan manusia adalah milik individu yang tidak boleh dicampuri oleh lembaga atau orang lain. Liberalisme menekankan pada hak-hak individu, menentang kekuasaan dan otoritas resmi. Di sini pengaruh Barat modern dan postmodern yang individualistis begitu nyata dan radikal. Karena radikalnya itu mereka percaya bahwa manusia mampu menjadikan segala sesuatu menjadi lebih baik. Semua ini mengawali upaya pemarjinalan agama atau memisahkan agama dari urusan sosial dan politik secara perlahan-lahan. Agama tidak diberi tempat di atas kepentingan sosial dan politik. Sama seperti yang terjadi ketika liberalisme didesakkan ke dalam pemikiran keagamaan Katholik dan Protestan, ia telah mensubordinasikan Islam di bawah kepentingan politik dan humanisme, terjadilah sekularisme di tubuh Islam, yang dibawa oleh agen-agennya.
Liberalisme yang didesakkan ke dalam pemikiran keagamaan Islam telah mendestruksi dan mendistorsi konsep-konsep yang diyakini oleh umat Islam sebagai konsep yang sudah pakem, selain dengan mendistorsi sejarah Islam dan umat Islam.
Islam kemudian banyak dimaknai hanya dengan makna generic atau makna bahasa sebagai “tindakan pasrah kepada Tuhan” (submission to God) tanpa melihat, bagaimana cara pasrah kepada Tuhan itu – apakah kepasrahan kepada Tuhan itu menggunakan ajaran Nabi Muhammad SAW atau bukan. Upaya dekonstruksi makna Islam sebenarnya merupakan bagian dari upaya dekonstruksi istilah-istilah atau konsep-konsep kunci dalam Islam. Jika makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna “kafir”, “murtad, “munafik”, “al-haq”, “dakwah”, “jihad”, dan lain-lain.
Banyak cendekiawan Muslim yang akhirnya termakan paham relativisme, yang mengakibatkan kerusakan struktur ilmu pengetahuan dalam Islam. Bahkan agama Islam itu sendiri sudah tidak ada artinya apa-apa lagi karena hanya merupakan agama yang benar secara relatif.
Selain menanamkan doktrin relativisme, langkah liberalisasi yang paling strategis adalah melakukan kritik terhadap Al-Qur’an yang merupakan sumber kekuatan Islam. Dengan menerapkan biblical criticism dalam studi Al-Qur’an, para orientalis melontarkan berbagai pendapat yang controversial mengenai Al-Qur’an seperti : Al-Qur’an telah mengalami berbagai penyimpangan, standardisasi Al-Qur’an disebabkan rekayasa politik dan manipulasi kekuasaan, Utsman bin Affan salah karena telah mengkodikasi Al-Qur’an, Al-Qur’an ditulis bukan dengan bahasa Arab tetapi bahasa Aramaik, Al-Qur’an adalah karangan Muhammad, terdapat sejumlah kesalahan dalam penulisan AL-Qur’an, tidak ada dalam Al-Qur’an yang orisinal dan berasal dari langit karena wujudnya pengaruh Yahudi-Kristen yang sangat dominan dalam Al-Qur’an, menyamaratakan qira’ah mutawatirah dengan qira’ah shadhdhah, merubah kata dan kalimat dalam Al-Qur’an dan lain sebagainya. Dari hasil kajian kritis tersebut kesimpulannya adalah perlunya diwujudkan Al-Qur’an edisi kritis.
Dan masih banyak lagi upaya liberalisasi terhadap pemikiran Islam. Ambil contoh penyebaran feminisme dan gender dan mendekonstruksi syariah. Kalangan liberal bahkan sudah berani menghalalkan perilaku homoseksual dan lerbian, dengan landasan berpikir feminisme radikal yang menuntut kesamaan laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kepuasan seksualnya masing-masing. Kemudian tafsir diseret-seret dalam upaya penghalalan ini dengan melakukan kritik dan reaktualisasi terhadap tafsir mengenai kisah Nabi Luth dan konsep pernikahan.
Dekonstruksi syariah juga gencar dilakukan oleh kalangan liberal. Maslahah dijadikan kuda hitam. Biasanya mereka melontarkan argument bahwa karena tujuan ditetapkannya hukum Islam adalah untuk menciptakan maslahah kepada umat manusia maka maqasid syariah lebih utama daripada syariah. Selain itu, kaidah usuliyah al-ibratu bi umumillafz, la bi khususi al-sabab dibalik menjadi al-ibratu bi khususi al-sabab la umumillafz. Jadi mereka ingin mengatakan bahwa perintah dan larangan dalam AL-Qur’an itu harus dipahami dalam konteks budaya ketika ia diturunkan.
LIberalisasi pemikiran keagamaan Islam yang akhir-akhir ini mendapatkan momen euforianya, bukanlah sebuah tajdid atau pembaruan, tapi melainkan tak lebih dari upaya membebek atau mengadopsi secara membabi-buta terhadap tradisi intelektual Barat yang dekonstruksionis dan dekstruktif. Oleh karena itu, umat Islam harus mempertahankan dan mengembangkan tradisi keilmuan yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan warisan tradisi intelektual Islam.

Wallahu ‘alam bishshawwab


*Penulis adalah Mahasiswa Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta dan aktivis InPAS

Lihat Friedrich Nietzsche, Will To Power, Terj. Walter Kaufmann dan R.J. Hollingdale, diedit oleh Walter Kaufmann, New York, Vintage Books, 1968, dikutip dari Hamid Fahmy Zarkasy, Liberalisasi Pemikiran Islam : Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis, dan Kolonialis, (Ponorogo : CIOS-ISID-Gontor, 2008), hal. 14.
Lihat Christopher Norris, Membongkar Teori Dekonstruksi Derrida, terj, (Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2009), hal. 7.
Ibid.,
Ibid.,
Ibid.,
I. Bambang Sugiharto, Postmodernime : Tantangan Bagi Filsafat, (Kanisius : Yogyakarta : 1996), hal. 30-31.
Ibid., hal. 30.
Hamid Fahmy Zarkasy, Liberalisasi Pemikiran Islam : Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis, dan Kolonialis, (CIOS-ISID-Gontor : Ponorogo, 2008), hal. 14.
Hamid Fahmy Zarkasy, op.cit., hal. 19.
Slide perkuliahan yang dipresentasikan oleh Nirwan Syafrin Manurung pada mata kuliah Pemikiran Islam Kontemporer di Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada tanggal 6 Februari 2010.
Lihat Geovani Vattimo, The End of Modernity, Terj dan Pengantar oleh John R. Snyder, (Polity Press & Blackwell Publisher, 1988), dikutip dari Hamid Fahmy Zarkasy, “Agama dalam Pemikiran Barat Modern dan Post-Modern”, Jurnal Islamia Thn I No. 4/Januari-Maret 2005, hal. 39.
Ibid.,
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, (Yogyakarta : Kanisius, 1997), hal. 197-198.
Friedrich Nietzsche, The Will To Power, Terj. Walter Kaufmann dan R.J. Hollingdale, diedit oleh Walter Kaufmann, New York, Vintage Books, 1968, hal. 8-9, dikutip dari Ibid.,
I. Bambang Sugiharto, Postmodernime, hal. 75.
Hamid Fahmy Zarkasy, Liberalisasi Pemikiran Islam, hal. 15.
Ibid., hal. 18.
I. Bambang Sugiharto, Postmodernisme, hal. 37.
Christopher Norris, Membongkar Teori Dekonstruksi Derrida, hal. 11.
John Hick, An Interpretation of Religion : Human Responses to the Transcendent, (London : Macmillan, 1989), reprinted 1991, hal. 3-5, dikutip dari Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama : Tinjauan Kritis, (Jakarta : Penerbit Perspektif, 2005), hal. 15.
Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual, (Surabaya : Risalah Gusti, 2005), hal.18.
Lihat Simon Blackburn, Oxford Dictionary and Philosophy, (Oxford : Oxford University Press, 1996), v.s. liberalism.
Lihat Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, hal. 36.
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005), hal. 352.
Adnin Armas, Metodologi Bible dalam Studi Al-Qur’an : Kajian Kritis, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005).
Lihat Ahmad Khairul Umam et al, Indahnya Kawin Sesama Jenis, Demokratisasi dan Perlindungan Hak-Hak Kaum Homoseksual, Buku Hasil kumpulan artikel di Jurnal Justisia, IAIN Walisongo Semarang.
Ulil Abshar Abdalla dkk, Metodologi Studi Al-Qur’an, (Jakarta : Gramedia, 2009).