Minggu, 24 Januari 2010

SEJARAH PERKEMBANGAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA

PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA
BY : NANDANG KOSASIH

A. PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA
1. Pendahuluan
Materi pembelajaran ini akan mengantarkan anda untuk memahami pengaruh Agama dan kebudayaan Hindu-Budha terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia. Agama Hindu-Budha tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena kedua agama tersebut mempengaruhi perkembangan awal sejarah Indonesia.
Agama Hindu dan Budha merupakan kepercayaan yang tumbuh dan berkembang di India pada tahun 1500-500 Sm. Agama Hindu diciptakan oleh bangsa Arya yaitu bangsa pengembara dari utara yang masuk ke India melalui celah Kaibar dan menduduki lembah sungai Gangga dan Yamuna. Bangsa Arya berhasil mendesak bangsa Dravida yang lebih dulu menduduki daerah lembah kedua sungai tersebut. Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari Brahma (Sang Pencipta), Wisnu (Sang Pemelihara) dan Syiwa (Sang Perusak). Adapun kitab sucinya adalah Weda.
Sedangkan agama Budha muncul setelah agama Hindu. Pada awalnya Budha hanya sebagai suatu ajaran dalam rangka mencari kebenaran yang dilakukan oleh Sidharta Gautama. Ia adalah putra mahkota dari Kerajaan Kapilawastu, putra raja Sudhodana dan putri Maya. Ia menjalani hidup sebagai cakyamuni (pendeta) sampai menerima wahyu yang berupa kesadaran akan penderitaan dan cara mengatasi penderitaan tersebut. Dalam hal ini Sidharta dianggap sebagai Budha Gautama. Kitab suci agama Budha adalah Tripitaka (tiga keranjang) yang menggunakan bahasa Pali, bahasa rakyat Magadha. Sepeninggal Sidharta Gautama, agama Budha berkembang menjadi dua aliran yaitu aliran Mahayana (kendaraan besar) dan aliran
Hinayana (kendaraan kecil).
Kemudian agama Hindu dan Budha tersebut berkembang ke berbagai negara di Asia
Timur maupun Asia Tenggara termasuk ke Indonesia, yang akhirnya mempengaruhi kebudayaan Indonesia.
Dengan materi pembelajaran ini, anda diharapkan benar-benar dapat memahami unsur-unsur kebudayaan Hindu-Budha yang telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat Indonesia, sehingga anda dapat menghargai hasil karya atau peninggalan bersejarah bangsa Indonesia tersebut. Bagaimana proses masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap kebudayaan Indonesia?

2. Hubungan Indonesia dengan India
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki posisi yang sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik), yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Untuk lebih jelasnya, silahkan Anda amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara berikut ini!
Pada abad 1 Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih ke jalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Oleh karena itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Kontak atau hubungan antara Indonesia dengan India terjadi dalam beberapa bentuk seperti:

a. Hubungan Dagang
Menurut para ahli, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan Indonesia dengan Cina. Namun untuk menentukan kapan
hubungan tersebut dimulai sangat sulit. Tetapi para ahli sepakat mengajukan dugaan bahwa hubugan dagang ini telah terjadi jauh sebelum disinggung dalam catatan sejarah.
Berita tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India ini diperoleh dari seorang ahli geografi bangsa Yunani dari Iskandariah (Mesir) yang bernama Cladius Ptolomeus. Di dalam bukunya “Geographike” yang ditulis sekitar abad ke 2 masehi , Ptolomeus menyebutkan nama Iabodiou yang berarti pulau jelai. Kata tersebut ditafsirkan sebagai pengucapan orang Yunani untuk melapalkan Yawadwipa. Apakah yang dimaksud Yawadwipa itu, Jawa atau Sumatra, sulit untuk dipastikan. Tapi yang jelas menunjuk suatu tempat yang terdapat di kepulauan Nusantara.
Istilah Yawadwipa ini ditemukan juga dalam Kitab Ramayana. Pada bagian cerita pencarian Dewi Shinta yang diculik Raja Rahwana oleh pasukan Kera, sampai ke Yawadwipa. Dalam bahasa Sangsekerta yawa berarti jawawut (padi) dan dwipa berarti pulau, jadi yang dimaksud Yawadwipa
adalah pulau yang menghasilkan padi.
Sementara itu telah terjalin hubungan dagang antara India dengan Cina. India banyak mengimport sutra dan barang porselin dari Cina, sedangkan Cina mengimport barang-barang dari gading, kain dan barang ukiran dari India. Perdagangan antara kedua Negara itu semula berlangsung melalui jalan darat yang terkenal dengan nama Jalan Sutra. Tetapi karena melalui jalan darat ini semakin lama semakin tidak aman, maka hubungan melalui jalan laut semakin ramai. Hubungan melalui laut ini berjalan melewati selat Malaka. Hal ini berarti para pedagang tersebut melewati kepulauan Indonesia, maka lambat laun Indonesiapun terlibat dalam perdagangan antara India dan Cina.
Para pedagang Indonesia yang semula hanya berdagang antar pulau, akhirnya ikut terlibat dalam perdagangan dengan India dan Cina. Apalagi setalah barang-barang komoditas dari Nusantara dikenal oleh para pedagang dari India dan Cina. Adapun barang-barang komoditas Indonesia adalah kapur barus, emas, perak, beras, gading, kayu cendana, dan rempah-rempah.
Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu terkenal sebagai pelaut ulung. Lautan yang ada antara pulau-pulau tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk mengambil bagian dalam perdagangan dengan bangsa-bangsa lain. Hubungan dengan daerah pedalaman yang penuh hutan belukar jauh lebih sulit daripada hubungan antar pulau yang melintasi lautan.
Pada awal abad masehi di pesisir Sumatera dan Jawa mulai tumbuh beberapa pusat perdagangan. Pusat-pusat perdagangan tersebut tumbuh akibat hubungan dagang antara India dengan Cina yang mengembangkan jalur perdagangan laut. Saat itu penduduk di Indonseia masih hidup di masa pra-aksara.
Dari hasil penelitian nekara perunggu peninggalan zaman pra-aksara, dapat diketahui bahwa penduduk di kepulauan Nusantara telah menjalin hubungan dagang dengan penduduk di wilayah Asia Tenggara lainnya. Nekara yang ditemukan di Indonesia memiliki tipe yang sama dengan nekara-nekara yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara. Adanya nekara tipe Asia Tenggara di Nusantara tidak harus berarti bahwa nekara tersebut berasl dari sana. Sebab ada kemungkinan sebagian dari nekara-nekara itu dibuat juga di Indonesdia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa cetakan nekara di Bali.
Hubungan dagang antara Nusantara dan Asia Tenggara kemudian melibatkan juga pedagang dari India dan Cina. Dari hasil penelitian para ahli, dapat diketahui bahwa hubungan dagang antara India dengan Nusantara lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Nusantara dengan Cina.

b. Hubungan para Penziarah
Sejalan dengan berkembangnya hubungan dagang antara Cina dengan India yang melibatkan Indonesia, agama Budhapun mulai masuk dan berkembang ke Indonesia dan Cina. Agama Budha telah mendorong para pemeluknya untuk pergi ke India. Dan dari India pun banyak para pendeta Budha hendak menyumbangkan tenaganya menyebarkan agama Budha ke Asia Tengah, Cina , Korea, Jepang, Indonesia dan negeri-negeri lainnya.
Salah seorang rahib agama Budha, yang bernama Gunawarman putra raja Kahmir, datang ke negeri Cho-Po (Jawa) untuk menyebarkan agama Budha Hinayana. Kemudian ia meneruskan perjalanannya ke Cina pada tahun 424 M..
Ketika di Sumatera berkembang kerajaan Sriwijaya dan menjadi pusat agama Budha di Asia Tenggara, banyak pemuda yang dikirim untuk belajar ke India seperti ke Nagapattam di India
Selatan dan ke Nalanda di India Utara.

c. Hubungan karena Tindakan Militer
Kontak hubungan Indonesia dengan India terjadi juga karena adanya aksi militer, seperti yang pernah dilakukan Raja Rajendra dari Colamandala di India Selatan. Pada tahun 1025 Kerajaan Colamandala mengerahkan ekspedisi militernya untuk menyerbu dan membajak ibu kota Sriwijaya. Tujuan Colamandala waktu itu adalah merebut dan menguasai daerah jalur lalu lintas perdagangan di sepanjang perairan Selat Malaka.

d. Hubungan karena Perpindahan Penduduk
Ketika di India Selatan berkembang Kerajaan Kalingga, terjadi arus perpindahan penduduk dari kerajaan tersebut ke Indonesia. Berita tentang adanya perpindahan penduduk itu diperoleh dari prasasti-prasasti berbahasa Tamil dari zaman Cola, Phandya, dan Pallawa. Perpindahan penduduk dari
India Selatan ke Indonesia disebabkan oleh :

• Karena tertarik oleh kesuburan tanah dan kekayaan alam Indonesia.
• Karena kemiskinan dan penderitaan yang timbul akibat peperangan yang banyak terjadi di India Selatan.

3. Teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu-Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti. Tetapi walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu-Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Agama Budha diduga lebih dulu datang ke Indonesia daripada agama Hindu. Diperkirakan agama Budha masuk ke Indonesia pada abad 2 Masehi, disebarkan oleh misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain di Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat dari ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Selain itu ditemukan juga arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).
Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa teori/hipotesa yaitu antara lain:

• Teori Brahmana, diutarakan oleh J. C. Vanleur. Ia berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanya kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
• Teori Ksatria, diutarakan oleh Prof. Dr. Ir. J.L. Moens dan F.D.K. Bosch. Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia. Sedang menurut Bosch, raja-raja India datang menyerang dan mengalahkan suku-suku I Indonesia
• Teori Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
• Teori Sudra, teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kasta sudra. Alasannya mereka yang dating ke Indonesia bertujuan untuk mengubah kehidupan karena mereka hidup sebagai budak di India.
• Teori Arus Balik, menurut teori ini bangsa Indonesia yang telah mendapat ilmu
pengetahuan dari para Brahmana yang diundang oleh para bangsawan, dan pada
perkembangan selanjutnya mereka memegang peranan aktif dalam proses dan penyebaran agama serta budaya Hindu. Orang-orang Indonesia yang telah memperoleh pengetahuan dari para Brahmana yang datang ke Indonesia, kemudian berangkat ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan memperdalam pengetahuan mereka. Sekembalinya dari India, mereka menyebarkan agama Hindu dengan bahasa mereka sendiri, dengan demikian agama Hindu lebih cepat dan mudah tersebar di Indonesia.

Pada dasarnya teori-teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Pertama golongan ksatria dan weisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda, dan hanya para pendeta yang menguasainya. Kedua golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu yang konservatif mereka tidak boleh menyebrangi laut. Maka dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana yang
berpandangan maju, atas undangan raja dan orang Indonesia yang belajar ke India.
Lalu bagaimana orang-orang Indonesia yang pada mulanya tidak dilahirkan sebagai orang Hindu dapat memeluk agama Hindu?
Ternyata golongan elit Indonesia, khususnya kaum bangsawan, banyak yang tertarik untuk mempelajari agama dan budaya Hindu karena mereka selalu bergaul dengan para pedagang dari India. Sistem kasta dianggap akan menaikan prestise dan wibawa para bangsawan di hadapan rakyat. Para bangsawan inilah yang banyak mendatangkan para Brahmana dari India untuk mengajarkan agama Hindu di tempatnya. Di tempat tersebut kemudian mereka melakukan upacara vratyastoma yaitu upacara khusus untuk menghindukan seseorang.

B. WUJUD AKULTURASI KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DENGAN KEBUDAYAAN
INDONESIA
Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar atau mengetahui pengertian Akulturasi?
Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang akulturasi, antara lain menurut pendapat Harsoyo: Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya.
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya. Hal ini berarti kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia. Sehingga budaya tersebut berbaur dengan kebudayaan asli Indonesia, dan menghasilkan suatu kebudayaan baru. Wujud akulturasi tersebut dapat Anda simak pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:

1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta di dalam bahasa Indonesia. Dan bahasa Sansekerta tersebut telah memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu-Budha pada abad 5-7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi pada perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7-13 M. Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa, tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa
Kuno. Demikianlah uraian tentang contoh wujud akulturasi dalam bidang bahasa.

2. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke
Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. anda masih ingat tentang pengertian Animisme dan Dinamisme?
Dengan masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme. Tentu Anda ingin bertanya apa yang dimaksud dengan Sinkritisme?
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu-Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.

3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat Anda lihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun. Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan Wikramawardana. Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam system kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena sistem kasta di India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan dalam upacara keagamaan.

4. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M.
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun
Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda sebelumnya pernah mengetahui istilah Candrasangkala?
Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa, salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut dibaca dari belakang yang berate sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.

5. Arsitektur
Salah satu wujud akulturasi antara kebudayaan India dengan kebudayaan Indonesia di bidang aristektur terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui
dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang
memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka. Di samping itu juga dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disebut dengan Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
Candi jago adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 - 1268. Dilihat dari gambar candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).
Candi sebagai bangunan terbagi atas tiga bagian yaitu kaki candi (rupadhatu), tubuh candi (arupadhatu), dan atap candi ( kamadhatu). Pembagian ini menurut ajaran Hindu melambangkan alam semesta yang juga terdiri dari tiga tingkatan. Kaki candi melambangkan alam bawah tempat manusia biasa, tubuh candi melambangkan alam tengah tempat manusia suci yang telah meninggalkan keduniawian, dan atap candi melambangkan alam atas tempat para dewa.
Kalau kita perhatikan bangunan candi itu ada yang berdiri sendiri dan ada juga yang berkelompok. Bangunan candi yang berkelompok biasanya terdiri dari candi induk dan anak-anak candi (candi perwara). Pengelompokan candi ini erat kaitannya dengan alam pikiran dan susunan masyarakat waktu itu.
Kelompok candi candi di Jawa Tengah bagian selatan biasanya candi induk dibangun di tengah-tengah dan dikelilingi oleh candi-candi perwara. Ini melambangkan adanya pemerintahan pusat yang kuat. Sedangkan di Jawa Tengah bagian utara, kelompok bangunan candi itu tidak beraturan dan lebih merupakan gugusan-gugusan candi yang berdiri sendiri. Keadaan ini mencerminkan bahwa pemerintahan di Jawa Tengah bagian utara menganut system federal yang terdiri dari negara-negara bagian yang sederajat.
Di Jawa Timur pengolompokan candi ini berlainan dengan yang ditemukan di Jawa Tengah. Candi induk biasa dibangun di bagian belakang halaman candi, sedangkan candi-candi perwara ada di bagian depan. Ini melambangkan Negara federal yang terdiri dari negara-negara bagian yang berotonomi penuh, dan pemerintahan pusat sebagai penguasa tertinggi berdiri di belakang mempersatukan negara-negara bagian dalam rangka membangun suatu kesatuan. Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa. Dilihat dari ciri-ciri bangunan candi atau langgam candi, dapat dikelompokan kedalam candi langgam Jawa Tengah dan langgam Jawa Timur.
Apabila dilihat dari pengaruh agama, bangunan candi dapat dikelompokan menjadi Candi Hindu dan Candi Budha. Candi yang termasuk candi-candi Hindu diantaranya candi Prambanan, candi Dieng dan sebagainya. Dan yang termasuk candi Budha diantaranya candi Borobudur, Candi Sewu, candi Mendut dan sebagainya.

6. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pentas (pertunjukan). Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul). Gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.
Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.
Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu cerita atau kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama seperti aslinya dari India, karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda
yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala. Di samping itu
juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia, yaitu salah satunya pertunjukan Wayang.
Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Untuk itu wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon cerita dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritanya, misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita aslinya Durna adalah seorang maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia Durna sebagai tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
Demikian penjelasan tentang wujud akulturasi dalam bidang kesenian. Dan yang perlu anda pahami dari seluruh uraian tentang wujud akulturasi tersebut bahwa unsur budaya India tidak pernah menjadi unsur budaya yang dominan dalam kerangka budaya Indonesia, karena dalam proses akulturasi tersebut, Indonesia selalu bertindak selektif

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar